Siapa sih yang gak mau masuk surga? Siapa hayooo? Ada gak? Orang berdosa sekalipun pasti berharap dapat masuk surga. Pintu surga yang paling dekat dan mudah itu, tersedia di rumahmu. Ia di rumah. Kok bisa sih? Bisa dong. Dengan menuruti perintah orang tua. tentu saja dalam rangka taat kepada Allah. Karena ridha Allah terletak pada ridha orang tua. dan juga “Surga ada di bawah telapak kaki ibu”. Diary ini aku buat berdasarkan pengalaman saat umroh ya.

Alhamdulillah. Aku melaksanakan ibadah umroh bersama keluarga. Selama 9 hari dengan rincian 3 hari di kota Madinah dan dilanjut ke Mekkah 4 hari. Ceritanya berawal dari kota Madinah. Pertama-pertama aku bersyukur banget, Alhamdulillah. Bisa umroh, ibadah di Masjid Nabawi, Masjidil Haram dan melihat Ka’bah. Siapa sih umat islam yang gak pengen kesana? Hehe. 

Selama di kota Madinah, aku dan keluarga tidur di hotel. Jarak antara hotel dan Masjid Nabawi kira-kira ada 100 meter lah. Alhamdulillah gak terlalu jauh juga. Setiap solat fardhu 5 waktu (subuh, dzuhur, ashar, magrib, isya) mengusahakan solat di Masjid Nabawi. Kan gede pahalanya. Aku gak mau menyiakan kesempatan emas ini. Hehe. Aalhamdulillah sih gak pernah bolong. Selama 3 hari itu, solat fardhunya di masjiiiiid terus.

Next, aku dan ibuku sekamar berdua. Bapak, adik dan kakak sekamar bertiga. Jadi yang laki 1 kamar dengan yang laki. Yang perempuan 1 kamar dengan yang perempuan. Aku sekeluarga ada 5 orang. Bapak, mamah, kakak, aku, adik. Aku anak perempuan semata wayang. Yap, karena aku sekamar dengan ibuku, ada aja kelakuan si emak. Hehe. Gak ngomongin aib kok. Ini masalah umum yang terjadi antara anak dengan ibunya. Sebelum berangkat ke masjid, pasti wudhu dulu di hotel. Dalam perjalanan menuju masjid adalah sebuah tantangan. Ya, tantangan untuk menjaga wudhu. Soalnya sering banget wudhu ku batal. Udeh gitu, tempat wudhu nya jauh. Harus turun pakai escalator dulu. Sebenarnya bisa sih wudhu seadanya saat keadaan darurat. Tapi itu aku baru taunya saat hari terakhir di Madinah. Hiks...

Pernah berantem juga sebelm berangkat ke Masjid. Terus selama perjalanan menuju masjid, aku berpikir untuk minta maaf. Pas minta maaf aku bilang, mak tarik dong ucapannya. Mamah ku gak mau. Katanya wajar anak dan mamah berantem. Hiks.

Saat dalam kondisi “ketidaktauanku” kalau bisa wudhu seadanya. Aku menahan buang angin banget tuh. Nahan pipis juga. Rasanya gak enak deh. Lalu aku berpikir. Ya Allah, aku salah apa ya. setiap setelah wudhu kok pengen pipis. Kok pengen buang angin terus. Pengen pipisnya itu pas di dalam masjid lagi. Rempong banget deh.

Terpikir lah oleh ku, mungkin sikapku ke Mamah kurang baik kali ya. Aku pikir lagi. Kayaknya memang demikian. Soalnya sering sebel juga dan intonasi suaraku gak santai. Sebel karena Mamah pelupa, kebanyakan ngobrol sama jamaah lain, dsb. Dan ternyata nih. Sikap kita yang gak baik ke ortu adalah dosa yang paling cepat pembalasannya. Duh... Jadi masuk akal lah semua ini. Saat aku bersikap tidak baik ke mamah, Allah langsung membalasnya saat itu juga. Huft. Durhaka kepada orang tua juga termasuk dosa besar ke-2 setelah syirik loh. Dahsyat bener ya.

Saat di kota Makkah, kesulitannya beda lagi. Merasa lelah & tidak bersemangat untuk pergi ke masjid. padahal kan udah jauh-jauh, masa gak beribadah di masjidil Haram. Rugi bener deh. Saat ku lagi iseng ngecek handphone. Ada video kiriman dari teman tentang pengorbanan ibu. Setelah aku nonton videonya, terharu rasanya. Lalu ku tatap wajah Mamah. Dalam hati ku berkata, “Maaf ya mak. Pengorbananmu begitu banyak. Aku ga ngerti. Mungkin karena aku belum jadi ibu ya. tapi aku akan berusaha untuk menjadi anak sholehah”.

Hikmah yang bisa diambil dari cerita ku di atas apa nih? Sudah pada ngerti kan? Bahwa kita harus berbakti, bersikap baik kepada kedua orangtua. Melayani, tidak mengeluh, berkata sopan, bicara dengan intonasi rendah, lemah lembut, dll. Apalagi jika orang tuamu masih ada atau mungkin tinggal serumah. Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, 

    
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya”. (HR. Tirmidzi)